Selasa, 15 Januari 2013

Tidak Ada Beda Mencolok! Sekolah RSBI atau Biasa


Tidak Ada Beda Mencolok! Sekolah RSBI atau Biasa

Tujuh tahun memberlakukan program SBI/RSBI membuat negara harus berbenah. Ketua Mahkamah Konstitusi memutuskan pembubaran program tersebut awal Januari ini. Kendati sudah tercatat sebanyak 1300 sekolah telah mendapatkan gelar itu, namun apa mau dikata, jika sampai saat ini masih belum mencapai harapan.
Dalam prakteknya selama ini, program SBI/RSBI sering dipakai oleh pihak pendidikan sebagai ajang untuk menghimpun dana dari masyarakat. Selain itu dicermati peningkatan pendidikan tak harus dikemas secara eksklusif dalam wadah SBI/RSBI, karena hanya akan menutup kompetensi bagi yang tidak dapat menjangkau, menurut Sulton Praktisi dan Pengamat Pendidikan Ponorogo.
Lebih dalam lagi ia menilai, program itu cenderung membawa banyak tanda tanya terkait anggaran pendidikan. Pada khususnya sekolah-sekolah berplat merah, tinggi biaya yang dikeluarkan oleh wali murid dipertanyakan, mengingat gaji dan lain-lain sudah dicadong  pemerintah. “Ini bukan di Ponorogo saja,” katanya menelisik.
Realitas lain juga diterangkan Sulton , salah satunya para lulusan siswa dari SBI dan RSBI dinilai tidak ada perbedaan yang mencolok secara akademis dengan lulusan SSN atau yang lain, ketika lulusan SBI dan RSBI tersebut berada di lingkup Universitas dan lingkungan sosial. Dan ini adalah sebuah PR besar bagi para pakar pendidikan dan menteri terkait untuk kembali membuat sistem yang nanti tidak mengalami permasalahan.
Selain itu masalah yang harus dipecahkan adalah bagaimana para siswa tak hanya unggul dalam segi akademis saja.  Menurutnya, kecerdasan mungkin harus mutlak jadi prioritas, sebagai sarana untuk dapat mengaplikasikan ilmu yang diraih di sekolah. “Dididik untuk bisa hidup di masyarakat dengan potensinyam,” tambahnya melengkapi.
Memahami pendidikan dalam kacamata Sulton, selama ini budaya salah masih terus dipakai, di mana mereka  hanya mengejar  fasilitas, nilai, ijazah dan lulusan. “Struktural institusional, ini dirubah menjadi fungsional,” tandasnya.
Dampak yang ditakutkan terhadap wali murid, menurutnya tak perlu dicemaskan, para orang tua sudah terlalu sering mengalami perubahan sistem semacam ini, alhasil penyesuaian pun kemungkinan  masih dapat dengan mudah diterima oleh para orang tua. Karena bisa jadi masyarakat lebih  senang dengan dihapuskanya sistem tersebut. “Setidaknya kastanisasi dilingkup sekolah tidak terjadi,” imbuhnya kepada Seputar Ponorogo.
Mencapai sumber daya yang unggul harus dipahami oleh semua pelaku pendidikan, dalam memberikan materi yang benar-benar sampai pada tujuannya. Tidak harus label dan perhatian khusus pemerintah untuk mencetak para generasi penerus yang unggul di kelas internasional, walaupun mereka bukan atau tidak pernah sekolah di sekolah yang berlebel SBI/RSBI. *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar